Bahagia Dengan Mimpi  

Diposting oleh defrin


Mimpi adalah jembatan kesuksesan

Ada sebuah ungkapan menarik dari Francis Ford Coppola, seorang sutradara film kelahiran Amerika serikat, yang popular dengan filmnya The Godfather, ia mengatakan, “Mimpi manusia sangatlah urgen bagi dirinya, lebih-lebih ketika ia berupaya untuk merealisasikan mimpi tersebut agar menjadi nyata, kemajuan kehidupan saat ini merupakan hasil impian dari generasi pendahulu kita”
Signifikansi mimpi merupakan jembatan bagi kita untuk memperoleh kesuksesan, kebahagiaan, dan hasil yang memuaskan, tanpa impian itu, kita seakan-akan tak mempunyai mesin penggerak untuk selalu menggenjot usaha dan upaya kita agar mengejarnya.

Di sekeliling kita, banyak sekali kita jumpai orang-orang yang tidak memiliki impian, dan problem seperti itulah yang menyebabkannya selalu pesemis tinggi atau minder terhadap hal-hal yang ditawarkan oleh kehidupan.
Padahal kalau kita bisa berfikir dengan rasio yang cermat, kekuatan mimpi yang besar/berapi-api, akan menjadikan kita selalu terdorong untuk merealisasikan mimpi itu, disitulah letak kekuatan mimpi.
Kita lihat, orang-orang yang berhasil mencatat nama dalam sejarah, rata-rata mampu mengaplikasikan impian mereka, salah satu contoh, Bob William mampu berlari dengan menggunakan kedua tangannya, ia tidak merasakan sakit di tangannya. Sebab impian yang ia mimpikan telah bersatu dalam jiwa dan raganya.

The power of a dream

Menukil perkataan George Lucas, “Impian sangatlah penting, kau tidak akan dapat melakukan apa-apa sebelum kau membayangkannya/memimpikannya.”
Dari perkataan diatas, kita bisa menarik benang merah, bahwa kekuatan mimpi mampu membakar jiwa-jiwa pejuang kita, Jadi jangan takut memimpikan sesuatu. Jadikan impian tersebut sebagai nafas kehidupan. Sebab impian yang kuat justru menjadikan perjuangan yang berat saat menggapainya sebagai sarana latihan mengoptimalkan kekuatan-kekuatan yang lain, misalnya kekuatan emosi, fisik, maupun rohani.

Ada sebuah eksprimen yang pernah dilakukan oleh sekelompok orang, mereka memilih beberapa orang di universitasnya untuk hasil percobaan tersebut, Para mahasiswa itu dihubungkan dengan mesin yang dapat mengatakan dengan persis kapan mereka tidur dan kapan mereka mulai bermimpi. Ketika mahasiswa itu mulai bermimpi, para dokter akan membangunkan mereka, kemudian mengizinkan mereka tidur kembali. Tiap kali mesin itu menunjukkan tanda-tanda mahasiswa tertidur dan mulai bermimpi, para dokter siap membangunkan mereka kembali.

Sesudah satu malam dengan perlakuan ini, beberapa mahasiswa menjadi gugup, resah, dan gelisah. Di malam kedua, banyak mahasiswa menjadi mudah marah dan jengkel, walaupun kenyataannya mereka tidur lumayan lama. Pada akhir dari tiga malam mendapatkan jumlah tidur yang sama—tetapi tanpa mimpi, para peneliti memutuskan untuk mengakhiri eksperimen karena sebagian mahasiswa mulai mengalami masalah psikologis.

Dua puluh empat jam kemudian sesudah menghentikan eksperimen, sebagian besar mahasiswa kembali normal. Dan, dalam satu minggu mereka semua telah kembali normal seratus persen. Apa artinya? Eksperimen tersebut membuktikan sesuatu secara pasti—bahwa ketika Anda tidur, Anda pasti bermimpi. Dan, tidur tanpa mimpi mengakibatkan masalah psikologis.

Antara tidur dan terjaga memiliki benang merah yang sangat kuat. Ketika Anda tidur, Anda perlu bermimpi. Namun, satu hal lagi yang tak kalah penting, ketika Anda terjaga Anda juga perlu bermimpi. Sebenarnya, satu-satunya cara Anda dapat mencegah mimpi Anda menjadi mimpi buruk adalah dengan terjaga serta pergi bekerja dan mewujudkannya menjadi kenyataan

Raihlah Bintangmu

Masih ingat dengan sebuah lagu yang berjudul The Power Of Dream, yang dilantunkan oleh Celine Dion, berkisah tentang sebuah kekuatan dalam mimpi, bahwa di dunia ini tak ada satu halpun yang tidak mungkin (nothing possible), lanjutnya lagi, derajat, martabat, ataupun profesi yang seringkali menjerat kebebasan tingkah laku kita, adalah sebuah boomerang yang kalau kita ikuti, kita akan terperangkap kedalam lembah penyesalan, kesengsaraan, dan kegagalan yang amat miris.
Berikut, saya kutip penggalan bait terakhir dari lagu tersebut:
The power of the dream / The faith in things unseen / The courage to embrace your fear / No matter where you are / To reach for your own star / To realize the power of the dream.


Maka kesimpulan saya, raihlah mimpimu, raihlah bintang yang terhias indah di langit, raihlah kesuksesan yang menggantung dalam angan-angan anda.
Kunci kebahagiaan adalah mempunyai impian. Sedangkan kunci kesuksesan itu sendiri adalah mewujudkan impian.

Qasim Amin; [Bapak Feminisme Islam]  

Diposting oleh defrin


Wacana Feminisme telah melanglang-buana sejak pertengahan abad ke-19, bermula dari Negara-negara Eropa pada masa era pencerahan, salah satu tokoh penggagas dari gerakan tersebut adalah Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condorcet, dua aktivis perempuan kelahiran Belanda ini tak ada hentinya menyerukan wacana-wacana untuk pembebasan kaum perempuan, itu di barat.

Di Asia, tepatnya di Jepang, kita mengenal nama Michiko sebagai tokoh pergerakan kaum perempuan, kemudian Fatimma Mernissi, perempuan kelahiran Maroko ini, juga tidak lepas dari gelar tokoh feminisme kala itu, di Malaysia, kita mengenal nama Amina Wadud Muhsin, dan di Indonesia, pelopor pertama gerakan feminisme adalah Raden Ajeng Kartini, perempuan kelahiran Jepara Jawa-Tengah ini, selalau gigih memperjuangkan hak-hak dan martabat perempuan pada masanya, yang mana menurut beliau dalam bukunya yang berjudul "Habis gelap terbitlah terang" menceritakan tentang kondisi perempuan jawa kala itu, yang menurutnya hak-haknya selalu direnggut oleh kaum adam, martabatnya selalu terkukung oleh adat, sebagai contoh, tak ada kebebasan bagi kaum perempuan untuk menempuh pendidikan formal -sekolah-, harus rela dinikahkan dengan lelaki yang tak ia kenali, ataupun harus rela dipoligami/dimadu, bagi perempuan yang lahir pada tanggal 21 April 1879 ini, kemajuan suatu bangsa akan terlihat jelas, ketika hak dan martabat perempuan disejajarkan dengan laki-laki.

Pada bangsa Arab, khususnya di Mesir, Qasim Amin adalah salah satu tokoh feminisme pertama, ialah yang melahirkan generasi-genarasi setelahnya, semisal May Ziyadah, Huda Sya’rawi, Zaenab Fawwaz, dan Nawwal Sa’dawi, berkat ide-ide yang dilontarkannya ia mampu merubah nasib perempuan Mesir yang selalu terhempit oleh kepentingan kaum adam, hingga tak heran jika orang-orang menyandanginya dengan gelar "Bapak Feminisme Islam".

Qasim Amin, lahir di sebuah kota besar Alexandria-Mesir, dari ayahnya yang seorang ayah yang berasal dari Turki Utsmani, dan ibu berdarah Mesir asli, ia lahir pada awal bulan Desember tahun 1863 M, sejak keci, Qasim Amin nampak tekun dan rajin dalam mempelajari ilmu-ilmu ke-islaman khusunya, sekolah dasarnya (SD) ia selesaikan di Alexandria, menyusul ayah dan ibunya pindah ke kairo.

Pada tahun 1881, umurnya telah menginjak angka 20, ia menyelesaikan studinya di sebuah universitas di Negerinya Mesir, pada fakultas hukum dan administrasi, di sanalah ia kenal dengan Jamaluddin Al-afghani, yang diusir dari negerinya, setelah perkenalannya dengan Al-afghani, pikirannya telah banyak menyerap ide-ide Al-afghani.


Petualangannya di Prancis

Gelar licence (LC) yang ia sandang mampu menjadikan dirinya sebagai pengacara di sebuah kantor milik Musthafa Fahmi, seorang pengacara handal pada waktu itu, yang memang sudah memiliki hubungan akrab dengan orang tua Qasim, lewat peran pengacara itulah, akhirnya Qasim Amin bisa melanjutkan jenjang studinya di Prancis.

Awal mula di Perancis, ia sempat kaku dan minder melihat kehidupan dan kemajuan Prancis pada saat itu, ia berusaha untuk bisa berinteraksi dan beradaptasi dengan masyarakat Perancis. Namun karena beliau memiliki kepribadiannya yang mencirikan kepribadian bangsa Timur; pemalu dan tertutup, dan terdapat perbedaan yang sangat jauh antara budaya Perancis dan budaya Mesir, maka ia tidak bisa bergaul dan berinteraksi dengan bebas dan luas.
Namun, akhirnya ia sadar bahwa seseorang harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dan sebagaimana lazimnya kehidupan mahasiswa dan mahasiswi di kampus, Qasim Amien juga memiliki teman perempuan yang istimewa. Dari kebersamaannya dengan gadis Perancis tadi, disinyalir mulai tumbuh benih-benih kepeduliannya terhadap kaum hawa, yang nantinya membidani perjuangannya di Mesir yang penuh dengan bentuk interaksi sosial yang diskriminatif.
Dan perempuan tadi telah menjadi sumber inspirasi dan penggugah kesadaran bahwa kaum perempuan sebetulnya memiliki kemampuan yang selama ini “tidak pernah difungsikan”.

Sekembalinya dari Perancis

Pada tahun 1885, setalah menempuh jenjang pendidikannya di Perancis selama kurang lebih 4 tahun, ia kembali ke tanah airnya, membawa sejuta perubahan dan pembaharuan, untuk pertama kalinya, ia diangkat sebagai Hakim, setelah beberapa tahun menjabat sebagai hakim, dengan kinejranya yang sangat memukau, akhirnya ia dipilih menjadi walikota di Bani Suef, pada waktu itulah, ide-ide dan pemikirannya yang ia emban dari Perancis mulai terealisasikan sebagai bentuk perbaikan di daerahnya, khususnya perbaikan tentang penyamaan dan kesetaraan kaum perempuan (emansipasi wanita).

Pada tahun 1894, ia menikah dengan seorang gadis keturunan Turki, Zaenab Amin Taufiq, dan ketika itu, keaktifannya dalam dunia tulis menulis mulai terlihat, setelah beberapa tahun, ia berhasil menerbitkan sebuah buku yang berjudul " Les Egyptiens/ Al-Masyriyyun", sebuah buku berbahasa Perancis, yang ditulis untuk membantah karya tokoh dari Perancis, Duc D'harcouri, dalam buku itu, Qasim Amin membantah kritikan yang dilontarkan oleh Duc D'harcouri tentang sebab-sebab kemunduran dan keterbelakangan perempuan Mesir, yang menurutnya berasal dari agama Islam.

Pada tahun berikutnya, sekitar 1899, buku yang berjudul Tahrirul Mar'ah (Emansipasi Wanita) berhasil diterbitkan, sebuah buku yang sangat monumental, yang tak ayal, buku tersebut telah melahirkan berbagai kontrofersi yang memanas dalam bumi Mesir, dalam buku tersebut terlihat jelas, kegelisahan dan kegundahan Qasim terhadap perempuan-perempuan Mesir yang terkekang dan tak memiliki pendidikan.
Kemudian disusul pada tahun 1900, ia menerbitkan sebuah buku lagi yang berjudul Al-mar'ah Al-jadidah (Perempuan Modern) yang merupakan tindak lanjut dari buku sebelumnya.

Tahun 1908, pada umurnya yang ke-45 tahun, ia meninggal dunia, meninggalkan ide-idenya dan karyanya, seorang Bapak Feminisme Islam yang tak pernah letih mengangkat derajat dan hak perempuan.
Dengan buah pikirannya tersebut, ia mampu menghancurkan bentuk-bentuk diskriminasi terhadap perempuan, bukan hanya pada perempuan Mesir, akan tetapi perempuan-perempuan di seluruh dunia.