Platonic  

Diposting oleh defrin

RINDU, ya, sebenarnya ingin sekali aku menulis rindu, dimana saja, di keningmu, di matamu, di kupingmu, di pundakmu, di dadamu, di pusarmu, di pinggulmu, di selangkanganmu, di pahamu, di betismu, di kakimu, bahkan di kuku kaki dan tanganmu, tapi mengapa hukum gravitasi ala Newton maupun gaya Einstein tak pernah tercipta pada partikel-partikel rinduku akan sekujur tubuhmu? malah, yang selalu timbul hukum magnet yang berlainan kutub; rinduku, di kutub positif, dan tubuhmu, di kutub negatif.

Rindu itu, kini telah kembali ke pangkuan ibunya dengan membawa sebatang kayu, konon, katanya, ia ingin membakar tubuhnya sendiri, agar dosa-dosanya di masa silam, bisa ia tebus dengan kematian dan pengorbanan, bukankah itu yang dibilang cinta platonis? katanya memukau.

Sejak kecil, rindu memang demikian, cita-citanya ingin selalu mencapai puncak kesucian dalam setiap hubungan; percintaan, persahabatan, permusuhan, bahkan pembunuhan.
Kisah Kahlil Ghibranlah yang menjadi kitab sucinya, seorang sastrawan Lebanon yang menjalin hubungan cintanya dengan perempuan Mesir melalui komunikasi jiwa dan jiwa, hati dan hati, karena baginya, keduanya merupakan kejujuran mutlak, nonmaterial, abadi, dan tidak berubah, sedangkan raga, tak ubahnya gesekan alam, bukankah itu yang disebut cinta platonis? katanya membakar.

Jarak Dan Waktu  

Diposting oleh defrin

Sejatinya, kita yang telah menciptakan jarak dan waktu, kau tentu masih ingat dengan teori Newton, yang mengemukakan bahwa semua benda bersifat diam, kecuali saat mendapat pengaruh dan gesekan dari suatu peristiwa.

Dan pergerakan jarak dan waktulah yang telah membuat raga kita ada, tanpanya, kita tak kan pernah mengenal pertemuan, perpisahan, percintaan, persahabatan, hingga lahirlah fenomena dan kejadian yang membentuk kualitas fisik bereksistensi, lantas mengapa kau selalu bersedih akan adanya jarak dan waktu?

Katamu, "jarak dan waktulah yang memisahkan kita", hipotesamu sungguh keliru Sayang, karena tanpa kau sadari, jaraklah yang telah menyatukan kita, dan waktulah yang kan pertemukan esensi kita.

Tentu kau sudah tahu tentang konsep Trinitas yang dianut umat Kristiani, tentang hakikat sebuah peleburan, yang mengawinkan antara tuhan bapak, tuhan anak, dan roh kudus menjadi satu kesatuan, satu esensi, satu dzat Esa, Tuhan.
begitu pula dengan manusia yang mencakup tiga kesatuan (raga, jiwa, dan roh), Aku, Kamu, dan Dia.

Jika kau mau berusaha memahami misteri yang melingkar dalam jarak dan waktu, maka kau akan temukan tiga garis yang selalu berhubungan dan tak bisa dipisahkan, ketiga garis itu akan melahirkan sebuah sketsa segitiga, yang akan membernarkan teori Euclid, tentang jumlah ketiga sudut di suatu segitiga adalah setengah lingkaran -180 derajat-, (Kehidupan, Pertemuan, dan Kematian).

"Apakah teori itu juga berlaku pada dunia maya"

Semua yang ada dalam dunia ini, sejatinya adalah nyata, sedangkan maya, hanya sebuah nama yang dibuat oleh sejarah, tidak ada dunia yang terpisah dari jarak dan waktu atau jarak dan waktu yang terpisah dari dunia, yang satu tidak mungkin ada tanpa yang lainnya, karena keduanya merupakan satu kesatuan yang menyebabkan timbulnya kenyataan; ADA.

Kau boleh saja percaya dengan adanya maya, tapi kau juga harus yakin, bahwa dunia mayapun tidak akan pernah terlepas dari jarak dan waktu, yang benar-benar nyata dan terasa.
Pun yang terjadi pada Tuhan, secara inderawi, Tuhan adalah maya, karena tak terlihat oleh mata, yang dalam ajaran Hindu ada sebelas panca indera yang dikenal dengan "eka dasa indriya", indera yang kesebelaslah yang menentukan maya dan tidaknya Tuhan, ialah "pikiran", dan secara tidak langsung, kita telah mengamini konsep Albert Einstein tentang hukum relatifitas.

Lalu kau diam, mengunci ruang dan waktu yang hanya ada kita berdua.

"Sayang, mampukah jarak dan waktu berpisah?"


Dua-Dua Belas Nol Tujuh  

Diposting oleh defrin

Ingin aku beranjak pergi mematahkan dimensi waktu, selimuti hati sunyi yang terkekang permainan hidup, karena hidup itu sendiri hanya berotasi pada satu poros; takdir.

Ingin sekali aku melangkah melawan arah mata angin, menyisir hijaunya dedaunan yang basah oleh ludah-ludah kebohongan, dan kembali lagi berselayang dengan seekor camar yang bersiul merdu pinggir pematang, hingga tak kudengar lagi seruling sunyi yang melenakan duri mengetuk hati.

Tapi, usiaku hampir usai, malamku hampir selesai, sedang mimpiku masih amat panjang, lantas haruskah aku menghampiri tuhan dengan tubuh telanjang?

Silam, telah aku rancang sketsa bintang yang kugantung di langit pikiran, sambil menuai harapan, semoga ilalang bersemi menghiasi kemarau, tapi kini, ilalang telag usang, tangkainya terkulai sehabis diintimi setan, tadi malam.

Hinggai akhirnya, dua-dua renta menungguku di serambi senja, menghitung dosa yang ia tabung dua-dua.

Yang Aku Sendiri Tak Tahu, Apa Namanya...?  

Diposting oleh defrin

Mengenalmu, mengantarkan aku pada kuil paling suci, tempat meditasi diri dari hati yang terbalut sepi, kini, namaku telah termaktub dalam kenanganmu, dan kenanganmu telah kulukis di mataku.
"Bagaimana kalau kita nikahkan saja namamu dengan kenanganku?" Tanyamu mencuri mimpi, saat matahari menikam pagi.

Mengenangmu, membawaku kembali pada masa kekanak-kanakanku, yang selalu rindu pada buaian ibu, lantas seketika cemburu, saat ayah merayu hingga ibu tersipu malu.
saat itu, yang aku ingat hanyalah nyanyian ibu tentang malam yang bisu.

Mengagumimu, membuat otakku retak seketika, saat dipaksa menuruti kata mata, mimpi yang datang mengunjungi imaji, kini telah terkontaminasi oleh birahi hewani, kukunya yang panjang, taringnya yang tajam, dan tatapannya yang jantan, telah siap menelanjangi sang kijang.
Dan aku, benar-benar menjelma harimau yang sedang tergila-gila pada tanduk sang kijang.

Menyayangimu, sungguh, betapa tak ada yang lebih perih dari rasa itu, perih saat kasih sayang yang kuberikan, ternyata tak sebanding dengan senyuman yang kau layangkan, perih saat ketulusan yang kulimpahkan, ternyata malah bertepuk sebelah tangan.
Bahkan perihnya telah merasuk kedalam nadiku, hingga aliran darah yang mengalir hanya untuk rindumu

Mencintaimu, arrggghhhh...mengapa aku tak pernah mampu menjabarkannya untukmu?


"Kita akan menikah sayang, tapi kelak, saat cinta tak lagi di mata..."