Apel  

Diposting oleh defrin

Bekas gigitanmu masih melekat di buah apel sisa semalam, jejak gigi seri, dan gigi taringmu masih terpahat halus disana, haruskah kumesiumkan bekas gigimu di lemari kamarku?

Agar kelak kau tahu, sejarah selalu indah untuk dikenang.


Aku tahu, kau lebih suka strowbery dibandingkan apel, katamu, strowbey itu seperti seorang perempuan, mungil, manis, dan sedikit asam.

Tapi, mengapa kau masih makan apel pemberianku?

"Apapun pemberianmu, merupakan semiotika alami dalam cinta, seperti halnya Juliet yang menggunakan racun sebagai semiotikanya"

Tapi Sayang, aku lebih suka menginterpretasikan buah apel hanya sebagai simbolisme dari satu tradisi saja, seperti coklat di hari Valentine, atau ketupat di hari raya, sedangkan cinta, sungguh, bagiku tak pernah menganal penanda (signified) atau petanda (signifier) seperti dalam konsep yang ditawarkan Ferdinand de Saussure

Sambil membetulkan rok panjang yang terbalut di sekujur paha hingga mata kakimu, kau menatapku tajam, seperti kulit apel yang terkupas sebilah pisau.

"Kita, sudah terjebak dalam siometika denotatif dan siometika konotatif, mungkin ada benarnya yang orang bilang, bahwa perempuan selalu bernaung pada perasaan, sedangkan laki-laki selalu berpijak pada logika/pikiran"

Lantas apakah seorang perempuan tak kan bosan mengkultuskan perasaan, dan sebaliknya, apakah laki-laki tak pernah berhenti meniduri pikiran?

Ucapku, sesekali terbenam di paha kirimu

Tiba-tiba kau berdiri, kulihat, matamu sedang asyik menikam malam, lalu kau datang lagi membawa sebuah batu dan segenggam abu

"Lihatlah batu ini, saat kuhancurkan nanti, batu ini akan berubah menjadi abu, batu yang awalnya keras akan terlihat sangat lemah di hadapan angin, tapi apakah abu itu akan berpisah dengan abu yang lainnya?"

Nah, disanalah kita meminjam konsep Gadamer (1900), sebuah teori asimilasi horison (Fusion of Horizons), tentang peleburan dua horison yang (katakanlah) saling bertentangan, dalam proses peleburan itulah, kita dipaksa mengkonsumsi dua horison tadi, hingga lahirlah satu sintesis empiris dari dua kubu tersebut, seperti halnya buah apel dan strowbey, saat kau pinjamkan kesukaanmu padaku tentang buah apel, secara tidak langsung, kesukaanmu dan kesukaanku telah melebur dalam buah apel tersebut, meski tak mengunyahnya, tapi desiran nadimu telah mengalir di nadiku, lewat buah apel yang kau suguhkan dari tanganmu, bahkan saat mulutku sudah letih mengunyah, ada gigi taring dan serimu yang biasa kau gunakan menggigit apel untukku.


Sejak malam itu, bekas gigitan apelmu, selalu kujadikan hiasan dinding kamarku, ada yang masih tinggal setengah, ada juga yang hanya tersisa sepalnya saja, bahkan ada yang hanya tersisa tangkai dan sedikit jigong kuningmu, tapi mengapa aku tak pernah bosan mengoleksi bekas gigitan apelmu?

T H R [Tulisan Hari Raya]  

Diposting oleh defrin

Monolog Sebuah Dosa

Bukan, bukan seperti bayi yang sering mereka apologikan, bukan demikian Sayang, karena sungguh, kita tak akan pernah kembali seperti bayi, kita tak kan pernah sanggup sepenuhnya suci, ada banyak dosa, ada beribu noda, ada berjuta alpa, yang lebih dulu membuat kita tua renta.

Tanpa kita sadari, kita lahir dalam keadaan berdosa, sembilan bulan lamanya, kita telah merenggut ketenangan bunda, sembilan bulan lamanya, kita curi mimpi indahnya, sembilan lamanya, kita rampas tubuhnya, bahkan saat persalinanpun, harus berliter-liter darah yang ia korbankan demi sebuah senyuman, apa itu bukan dosa?

Lalu saat kematian datang mencabut cita-cita, lagi-lagi kita telah berdosa, saat senyuman sanak keluarga, telah kita gantikan dengan duka, bukankah itu dosa?

Lantas, apakah manusia akan selalu berdosa?

Dosa itu seperti jejak kaki onta di padang pasir, tiap kali jejak itu hilang terhempas angin, maka akan selalu ada jejak-jejak baru yang tertinggal disana, seperti pula dengan kanvas putih, adakah kita rasakan nilai estetika sebuah lukisan, tanpa tumpahan tinta?

Dari sanalah, akan lahir pahala-pahala baru dari rahim dosa.

Ingatkah kau pada Adam?Saat ia berdosa, Tuhan tidak serta-merta menyiksanya dalam neraka, malah, Tuhan langsung mendekralasikannya sebagai penguasa bumi, karena Tuhan tahu, manusia tanpa dosa, adalah penciptaan yang sia-sia.

Dan saat itulah pahala-pahala baru terlahir, dari satu rahim; Dosa

[Fiksi Mini] Hari Raya

Sehabis sholat Ied, sang anak langsung bergegas mencium tangan ibunya, sang ayah yang tengah duduk sebelah ibu, tiba-tiba protes "mengapa bukan tanganku yang kau cium duluan?"
"kalau tanpa rayuan dan kecupan ibu, pasti ayah tak kan mau membelikanku baju baru"

"Jangan kali ini Sayang, aku mohon..."
"Tenang saja Sayang, aku sudah sedia kondom kok"
Sang perempuan lalu berdiri membetulkan rok mininya "kau lihat label di merk ini, aku tak ingin kau nodai dengan tangan kotormu itu"
Lelakinya bingung, di benaknya hanya ada satu kalimat "Iedul Fitri made in China"

Pagi itu, sang raja menyebarkan selebaran ucapan selamat pada rakyatnya, tiba-tiba seorang anak kecil berlari membawa selebaran tersebut pada bapaknya
"Papa...cepat pergi ke istana raja, dia sekarang lagi butuh bantuan maaf dari kita"

Bu, saya ingin baju baru
"sudahlah Nak, kain kafan peninggalan ayahmu kan masih bagus, toh manusia lebih suka melihat kita telanjang kok"
Ucap sang kuntilanak sambil melepas rantai di tubuh anaknya.

"Teruntuk Tuhanku
Saya atas nama pribadi, mengucapkan, Mohon Maaf Lahir dan Batin"
Tulis seorang pemuda di catatan Facebooknya
Tiba-tiba, akun dengan nama "Tuhanmu" menjawab catatan tadi
"Sama-sama hambaku, Aku juga mohon maaf, kalau tak sempat menciummu di surga"

Lima Sembilan  

Diposting oleh defrin

Kita; hanyalah sebingkai episode pada satu sesi cerita, tentang sebuah riwayat yang memuat adegan klasik, antara kehidupan, dan kematian

Aku tidak pernah memberimu kado, pun tak pernah hadiahkanmu boneka, jam tangan, coklat, atau bahkan permata, bukan karena tidak mau, bukan pula karena aku pelit, tidak, tidak seperti itu, hanya saja, aku khawatir, materi bisa mengalahkan esensi cintaku padamu, hanya saja, aku takut, bukan bayangku yang kan temani lelap tidurmu, malah boneka, jam tangan atau kado itu...

Aku tidak pernah sekalipun lupa, apalagi sampai melupakan hari kelahiranmu, hari dimana kau tinggalkan surga di rahim bunda, hari pertama kau tuliskan prolog cinta di jiwamu, hari dimana kau hanya melihat cinta di matamu, aku tidak pernah lupa akan hal itu, hanya saja, aku takut, kalau waktu malah mencuri rindu di kalbu, aku kalut, saat waktu benar-benar menjadi sembilu.

Bukannya aku tidak mau, menuliskan puisi di hari ulang tahunmu, bukan pula karena aku tak sanggup, merayakan hari kelahiranmu, tapi, cinta yang kita tanam di hati, benar-benar tak terserap panca indera, rindu yang kita genggam di jiwa, sama sekali tidak mengerti bahasa dan aksara, lantas, bisakah kita mencipta bahasa cinta?

Kita; hanyalah sebuah sinopsis singkat, yang lahir dari sketsa kosong, dan disanalah, kita melukis rembulan, bintang, bahkan binatang

Saat degupan jantung memompa darah ke seluruh sel-sel tubuhmu, hingga memenuhi setiap inci dari nadimu, disanalah, doa itu kusimpan, agar kau bisa rasakan, doa bukanlah ritual, tapi sebuah ketulusan.

Umur panjang, cita-cita tergapai, dan kebahagian abadi, selalu menjadi melodi suci yang kusandungkan bersama seruling bambu di altar rindu, kalau kau tak mendengarnya, cukup kau dekatkan telingamu ke dadamu...

Ucapan yang keluar dari lisan, tulisan yang terangkai lewat pikiran, sungguh hanyalah rangkaian dialog dalam drama kehidupan, kesemuanya telah diatur oleh sang pencipta sandiwara, entah tuhankah, alamkah, kausa-kah, atau diri kita sendiri...

Kita; hanya memiliki usia maya

Di Kotaku, September adalah awal musim semi

Kita Sudah Gila  

Diposting oleh defrin

/

Saat jiwa sudah tak hendak lagi menyapa kata

kata sudah tak ingin lagi merasa bermakna

makna sudah enggan lagi menyertai aksara

saat aksara sudah tak mau lagi mencintai kita

Kita hanyalah kumpulan kata-kata

kata-kata adalah luapan jiwa

Saat kita tak kata,

kita tak jua jiwa

Saat jiwa tak luka,

kita tak juga cinta