Aku hanya mencintaimu kang, ucapmu kala rembulan menetas dari cangkangnya, seakan kau sudah tuli pada bisikan halus yang ia tiupkan dekat telinga kirimu, "lalu apa kau tak mencintai cahayaku" sanggah rembulan dengan alis yang melebar.
Bisa kau buktikan cintamu pada diriku?
Lihatlah air kang, yang tak pernah henti mencurahkan kasih sayangnya pada pohon dan dedaunan, ciciplah rasanya, adakah ia berpihak pada kemanisan ataupun kepahitan? tidak kang, air selalu netral, ia selalu jujur, meski setumpah garam dan gula mencoba menghilangkan rasanya, toh air tetaplah tawar. begipula cintaku kang, meski anyir darah kehidupan mencoba membusukkannya, cintaku padamu tak kan sedikitpun hengkang, kang!
tak ada yang mampu memecahkan air, pula tak ada yang bisa memisahkan air.
Jika kau mencintaiku hanya seperti air, maka cinta yang kau alirkan tak kan pernah mengenal keabadian, cinta yang kau tiupkan hanyalah refleksi dari kefanaan, cintamu maya, hanya bersifat kata dalam bahasa yang setia membentur jeda dan koma.
Apa yang kau maksud kang?
ya...meski katamu air tak dapat dipecahkan dan dipisahkan, lalu adakah kau tahu, air masih bisa dibendung dan dibekukan.
ah...aku tak cinta pada cinta yang kau ilusikan itu, aku lebih cinta pada cintamu yang sederhana, yang hanya setitik koma, tapi mengandung seabrek makna dan rasa.
Lalu bolehkah aku mencitaimu seperti tuhan kang?
Tidak, karena tuhan hanya bisa dirasakan oleh jiwa, tidak oleh panca indera, kalau sekiranya kau mencintaiku hanya dengan jiwa, lalu apakah telinga, mata, hidung, kulit, dan kelamin harus dipaksa berdusta?
keduanya kemudian hening dalam dingin.
Adakah, metafora cinta selain tadi kang?
cintailah aku seperti ruh, ruh yang kau pendam dalam raga, ruh yang kau simpan dalam sukma, dan ruh yang tak mengenal kata kematian ataupun kefanaan, meski raga telah tergeletak terkapar.
ruh selalu abadi dalam kefanaan, selalu nyata dalam ke-mayaan, ruhlah yang menjadikan kita ada, dengan ruhlah kita menjadi manusia, dengannya pula, kau bisa mengucapkan cinta.
Kalau seandainya tuhan mempertemukan cinta kita di neraka, masih adakah definisi cinta disana kang?
cinta tak terbatas apa-apa, eksistensinya bagai air, sedangkan esensinya bagai ruh, yang tak mengenal luluh walau kobaran api neraka menyiksa.
Yakinlah, cinta yang lahir dari rahim surga, pastilah kembali pada kaki surga.
dan di surga itulah, kita bisa mengetahui hakikat kesucian dan ketulusan cinta yang kita bina.
Lalu sepasang kekasih tadi meninggalkan raganya, hanya segenggam cinta yang mereka bawa bersama ruh menuju istanaNya, menemui sang Esa seraya meminta, "satukan ruh kami, lalu jadikanlah sebagai penghias cinta surga yang abadi selamanya"