Malam ini kutelanjangi kotamu mencari titik sunyi di sela-sela pahamu Tak kutemukan apa-apa Hanya sendok yang menari dibalik jeruji besi menjadikan orkestra malam makin gaduh cuma asap yang mengitari bikin jantung berdegup tak berhenti Harusnya malam itu aku bermimpi tentang hujan yang menerpa kegundahan Atau tentang kakek tua yang dilanda amnesia Tapi kemana mimpiku? Apa mungkin sedang berbaur dalam pesta berkepanjangan? Ataukah, ia sudah mati diintimi iblis dan setan? Atau mungkin saja, ia sedang terbuai oleh aroma kemaluan? Cangkir teh tergelepar Asap Tuffah berderai memandangi malam tanpa bintang 1-: Apa yang kau lakukan disini anak muda? 2-: Seperti yang kau lihat 1-: Tapi aku tidak suka menilai seseorang hanya dengan tingkah lakunya, bagiku, ucapan dari bibirnya lebih mewakili tentang apa yang tengah ia rasa? 2-: Jadi kau tak percaya pada adanya kebohongan dan durhaka? 1-: Toh aku bukan anak kecil, yang lebih suka pada mainan baru daripada bisikan kalbu 2-: Baiklah, aku sedang minum teh hangat dengan syisah 1-: Hanya itu? 2-: Seperti yang kau lihat 1-: Selain aku bisa mendengar ucapanmu, aku juga bisa membaca getaran di bibirmu 2-: Kau siapa? Apa hakmu mengintrogasiku seperti ini? 1-: Alangkah baiknya jika lau jawab dulu pertanyaanku 2-: Arghhhh...baiklah, aku kesini ingin istirah sejenak dari perjalanan hidupku yang meletihkan, dari dinginnya kotamu yang menusuk tulamg-tulangku, dan dari gonggongan anjing-anjingmu yang mengganggu mimpi malamku 1-: Hanya itu? 2-: Bahkan kalau bisa, aku ingin menghindar dari gelegar tawa keserakahan, tangisan-tangisan bayi yang kehilangan masa depan, dan para agamawan yang menculik kuasa tuhan 1-: Jadi kau ingin memghindar dari kehidupan sosial? 2-: Bagaimana kau mendefinisikan kehidupan sosial? 1-: Menurutmu? 2-: Baiklah, akan kujawab sebagai hadiah atas kesudianmu temani aku malam ini. Bagiku, kehidupan sosial adalah kehidupan yang tak saling menyakiti, saling berdikari, saling tahu diri, dan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan 1-: Jadi itu alasan kau datang kesini? 2-: Iya 1-: Ini keputusanmu? 2-: Tidak, hanya sebatas pelarian sesaat. Dan sekarang, kau siapa? 1-: Maaf kawan, aku harus kembali ke tubuhmu
Mengenali cintamu telah membikin aku tak takut luka Karena raga hanya luka yang tertunda dan luka adalah cinta yang setia begitu kan katamu? Kadang aku heran pada kesetiaan yang kau tuhankan padahal, telah aku renggut keperawanan rembulan Cahayanya kita habiskan berdua separuh untuk wajahmu separuh untuk cintaku Tapi kau menolak lantaran bulan tak selamanya setia Kadang purnama tertawa kadang tersenyum bahagia bahkan terkadang tidak ada Aku ingin menjadi kunang-kunang saja yang selamanya mencintai malam Katamu, memecahkan kristal di retina Ada apa dengan matamu Sayang? Kenapa merah? Tak apa, aku hanya takut tak bisa menjadi malam yang kau impikan Sudahlah, tak perlu kau pedulikan malam masih ada siang yang akan datang Kemarilah, biar kuusap air matamu dengan bibirku