Haji adalah secankir kopi manis yang dibuat oleh perempuan berwajah gerimis, diaduk dengan jari manisnya yang lentik, lalu dihidangkan saat pagi menggigil,tepat di sebuah puncak pegunungan.
Tapi bisa jadi, haji itu seperti sepetak rumah kecil, dari fentilasinya memancarkan berjuta warna pelangi yang dibiaskannya dari langit sana, sehingga, seisi rumah terlihat seperti kebun pelangi, lebih-lebih saat burung kolibri dan burung nuri menari-nari manja seperti bidadari yang sedang mandi.
Tapi mungkin saja, haji itu sedasyat arak bali yang diteguk samai mabuk saat musim dingin benar-benar menyentuh 0 derajat celcius.
Dan haji yaitu jingkrakan pemuda yang tengah khusuk menikmati petikan melodi gitar, betotan bass, dan dentuman drum yang lama-kelamaan suaranya hampir mengalahi teriakan malaikat, lalu rambut yang tergerai jatuh di pundaknya, tak pernah berhenti berputar mengitari frekuensi suara itu lahir.
Haji itu sederhana lho, tidak lebih dari Nikotin yang mau tidak mau harus dibubuhi di setiap batang rokok.
Haji itu biola, yang dimainkan seorang anak bisu, sebagai bahasa pengantar nuraninya.
Haji adalah lensa kamera di tangan fotografer saat memandangi seorang perempuan berkulit bening tanpa sehelai kain, tengah bermetamorfosis menjelma bidadari, tepat di sebuah taman kupu-kupu saat senja perlahan menjingga.
Haji itu laki-laki yang menyimpan selingkuhannya di kamar sang istri, sampai tak terasa, ia sudah punya anak lima.
Ah... Sudahlah, yang jelas, haji itu surga dunia.
0 komentar