I
Tentu kau masih ingat, saat kita menerobos ke dunia nyata, sebuah dunia yang sebenarnya, kita sendiri tak pernah tahu, mengapa kita berada disana. Malah, katamu dulu, mustahil bila kita bisa masuk dalam dunia tersebut, dengan satu alasan: Dunia kita berbeda.
Dan saat ini, kita tidak hanya berada di dalamnya, melainkan bahkan, kita sudah bermain-main disana. Apa itu yang mereka maksud dengan "Optimistis adalah energi positif"?
Memang, pada awalnya, kita ragu untuk memulainya, bahkan untuk mengucapkan satu hurufpun, lidah kita seakan kelu, mulut kita sepertinya bisu, tapi saat gerimis datang tiba-tiba, kita malah menafsirkannya sebagai isyarat untuk segera merapatkan tangan kita, sambil berlari kecil menuju musholla terminal, kita mencoba menyusun bahasa.
Saat itulah, anatomi pertama digelar.
II
Dunia kita yang baru, sepertinya tidak mengenal waktu. Tak ada malam, juga tak ada siang, tak ada bulan, juga tak ada bintang, begitupula dengan jarak, mengapa di dunia kita hanya ada satu jarak; Dekat?
Tapi lama-kelamaan, kita juga mulai bosan dengan ketidakadaan mereka.
"Jadi kau sudah mulai merindui malam?"
"Bukan, bukan rindu namanya, toh, rinduku sudah seluruhnya membeku di balik dadamu"
"Lalu?"
"Aku hanya butuh malam sebentar, untuk sekedar membandingkan kemesraan kita dengan kebersamaan bulan dan bintang"
III
Detik ini, kita sudah meninggalkan dunia itu, kau kembali menjelma hujan, dan aku kembali menjadi kemarau.
Dan kita harus menjalaninya masing-masing, kau kembali kedinginan, dan aku mulai membiasakan diri kekeringan. Kau yang selalu ditemani kebisingan, dan aku yang selalu kesepian.
Tapi kita tidak pernah bersedih akan perbedaan tersebut, karena selama kita berada dalam dunia tadi, tanpa kita sadari, kita telah mendalami satu pelajaran penting, bahwa: hanya ada satu hal, yang bisa membuat ketidak-adaan menjadi ada, satu hal, yang bisa merubah duka menjadi tawa, satu hal, yang menjadikan mimpi benar-benar nyata, ialah: ..... (Belum sempat kutulis, hatimu sudah bergetar)
0 komentar