Malam ini, rinduku nyangkut di bulu matamu, maukah kau berkedip sekali saja, agar ia jatuh menyalami pipimu? Oh tidak, pipimu terlalu licin untuk sekedar bertengger, lihatlah ia telah tergelincir jatuh di lehermu, maukah kau usap lehermu agar rinduku menggelinding ke dadamu? "Tidak, aku ingin rindumu selalu disana, biar kau tahu, pernahkah aku bernafas tanpa rindumu" Baiklah, akan aku ikatkan ia disana, agar mengalir mengikuti desiran darah ke setiap nadimu, sampai-sampai kau lupa, bahwa kini darahmu sudah tak lagi merah, lalu rindu itu akan sampai pada tempat dimana jantungmu berdetak, dan disanalah ia akan menjadi jantung keduamu. "Tidak, aku ingin rindumu mendekap di segumpal darahku" Baiklah, akan aku suruh rinduku memeluk hatimu, biar hatimu bisa terlelap di dada rinduku, dan sekarang rasakanlah, rinduku dan hatimu telah saling tindih-menindih, entah apa yang ia lakukan terhadap hatimu, sepertinya aku melihat, hatimu telah melahirkan cabang hati. "Tidak, aku tak pernah mengenal senggama dalam cinta" Memang benar, tapi saat rinduku memeluk hatimu malam tadi, kau telah kehilangan arah, lalu rindulah yang membawamu hingga pasrah, bukankah itu yang kau pinta dari rindu? Dan kini, ia telah mabuk setelah pesta semalam, sedikit demi sedikit tubuhnya mencair, sesekali mencari jalan keluar lewat pusarmu, mulutmu, hidungmu, telingamu, dan matamu, Oh lihat, kini rinduku telah kembali nyangkut di bulu matamu. "Tidak, itu bulu kelaminku"
This entry was posted
on 02.33
.
You can leave a response
and follow any responses to this entry through the
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
.
0 komentar