Seperti halnya tubuh, cintapun butuh peristirahatan.
Dari lelahnya pertikaian, demi sebuah perbaikan.
Dari kerasnya kehidupan, untuk keabadian.
Dari jauhnya perjalanan, demi pencapaian.
Dari sakitnya penderitaan, menuju kesetiaan.
Dan dari gempuran dosa, untuk satu cita;
Surga.
Memandangmu, seakan membawaku pada sebuah taman anggur di musim gugur, buahnya yang ranum, rantingnya nan lentur, dan daunnya yang mulai menguning akibat fotosintesis matahari, serta aliran sungai kecil yang menari diatas bebatuan, menjadikan buah-buah anggur diatas sana, seperti sepasang kekasih, yang tengah duduk diatas pelaminan.
"Kau tahu, mengapa aku membawamu ke tempat ini?"
"Bukankah Kau tidak pernah jujur padaku tentang apapun, kecuali tentang cinta?"
"Lihatlah anggur itu, apakah mereka pernah hidup tak bersamaan?"
"Lalu, hanya alasan itu saja?"
"Mereka mabuk pula memabukkan"
Aku terdiam, saat tanganmu memetik dua buah anggur merah diatas kepalaku.
"Ini untukmu, dan ini untukku, makanlah! Sekedar meredam lahar dalam jiwa kita"
Pagi menyongsong, lalu kudapati tubuhku tengah terhempas diatas batu kecil, tempat persembunyian bunga violet semalam. Tapi mengapa tak kutemukan tubuhmu? Apakah ini hanyalah ilusi dari kerinduanku padamu?
Lantas, bagaimana dengan sisa anggurmu semalam, yang masih melekat di bibirku, wangi kasturi yang kau taburkan di tubuhku, juga masih mengecup hangat di leherku. Apa ini yang kau sebut "mabuk pula memabukkan?"
0 komentar