Wajahnya yang cahaya, senyumnya yang sutera, dan ucapannya yang surga telah meluluh-lantakkan seisi istana dalam relung dadaku, bagai badai yang menyambar perayu layar hingga menjadikannya serpihan-serpihan kayu yang mengapung diatas samudera airmata, ya, airmataku selalu gerimis, saat belati di matanya tertancap di belahan mataku, airmataku selalu gerimis, saat racun di bibirnya tertuang di cawan bibirku, oh, adakah Tuhan yang suci, atau cinta ini yang sebenarnya suci?
Setiap lima kali dalam sehari, jiwa dan ragaku selalu berkunjung ke rumahnya, ada kedamaian yang selalu menyelinap kedalam rongga kalbuku, ada aroma surgawi yang sesekali membasahi urat nadi, seakan aku menjadi satu-satunya selir diantara bidadari yang tengah bersemedi di taman sunyi, ya, di rumahmu, aku selalu menjadi putri kecil yang menari mengitari altar suci; Cinta.
Kala pagi meneteskan secercah sinar mentari, aku datang ke pangkuannya, menceritakan secabang mimpi yang kau ikatkan disana, hanya ada aku dan kamu, sambil kulukiskan bagaimana senyummu telah mampu menciptakan sungai-sungai rindu yang kelabu, bagaimana belaianmu telah menjadikan lanskap rambutku layu, tapi hanya diam yang menjadi bahasamu, sesekali tersenyum saat tanganku memainkan kerah kemeja yang melekat di tubuhmu "Tuhanku sayang, kapan kau meminangku?"
Kini, hari-hariku kulalui hanya dengan menunggumu, menantikan pinangan sang pengeran bersama kuda jantan, tapi kenapa ia belum juga datang? Sampai-sampai aku makin cemburu pada waktu, kenapa tak sedikitpun ia memberiku ruang untuk sekedar tatap temu, malah ia tak habis-habisnya menyuguhi candu di ruang rinduku, "Tuhanku, aku selalu menunggumu, hingga senja tak lagi jingga"
Sudah berpuluh bahkan beribu merpati yang kulayangkan ke istanamu, sekedar mengingatkan, ada mimpi lain di luar sana yang tengah menantimu, ada jiwa kosong yang berusaha sabar menantikan dekapan tubuhmu, ada canvas putih yang tengah menunggu tarian jemarimu melukiskan pelangi."Jadilah warna merah, yang selalu setia menyandingi hijau di tubuh pelangi" tulismu berfilosofi."Bahkan, kalau kau mau, kan kupoles tubuhku dengan warna pelangi, agar matamu tak berhenti menikmati pagi" balasku.
Dan untukmu kekasih gelapku, hanya kata Maaf yang bisa kusandingkan di pelipis rindumu, maaf, kalau aku tak akan membawa senyummu kesana, karena sungguh, aku sangat khawatir kalau Tuhan benar-benar tak mau dipoligami, bukankah itu juga maumu?
0 komentar