Jam 19.00 tepat ketika nasi buka puasa masih membekas di sela-sela gigi saya, saya undur diri dari rayuan kolek dan minuman dingin di lemari rumah, bergegas menuju konsuler KBRI Kairo, dibantu dengan jasa Eltramco kaki saya sudah menginjak halaman konsuler lengkap dengan sampahnya.
Lima belas menit kemudian, tiga sampai lima orang berdatangan menemani penantian saya disana, hingga setelah setengah jam, kesendirian saya telah berubah menjadi jama'ah yang berjumlah sekitar 36 orang, pikiran saya lalu iseng, apa tujuan kita sama? Dengan menyembunyikan rasa malu yang menengadah naik ke ubun-ubun, saya beranikan bertanya pada salah satu atau lebih dari mereka, dan Alhamdulillah jawabannya seperti yang saya harapkan. Kita satu tujuan.
Adzan isya' mulai terdengar memanggil-manggil jama'ahnya, saya baru sadar ternyata saya sudah berdiri disana kurang lebih satu jam, benar kata orang, manunggu adalah pekerjaan paling menjenuhkan, untung saja rasa jenuh itu saya hiasi dengan ngobrol bareng dengan teman-teman yang satu rasa, dan hasilnya saya bisa lebih mengenal karakter dan sifat mereka.
Bus yang saya tunggu akhirnya muncul juga, dalam hati saya sebenarnya masih menyisakan kemarahan akibat keterlambatannya, tapi kemarahan itu sirna setelah melihat busnya ber-AC dan tidak sesak.
Dua menit tak terasa duduk enak di bus ber-AC, setelah sang sopir bus memarkirkan busnya, saya turun dengan 36 teman yang lain dan menuju suatu tempat yang sangat mewah, dibibir pintu masuk, dua orang penjaga memeriksa barang-barang yang saya bawa dengan alat detectornya, setelah memastikan barang saya tak ada yang mencurigakan, akhirnya say dipersilahkan masuk ruangan dengan sangat terhormat. Ruangan besar yang saya tak tahu berapa kira-kira diameternya, dilengkapi dengan hiasan bunga seta aroma yang sangat menawan, seorang resipsiones menyambut saya dengan sangat ramah sambil mempersilakan kepada saya untuk menduduki kursi yang telah disediakan.
Mata saya mengelilingi hadirin yang tengah menunggu acara dimulai, dari orang berkulit hitam sampai kulit putih semuanya mewarnai seisi ruangan tersebut, tak terkecuali orang mesir yang merupakan penyelenggara acara itu.
Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya podium berukuran sangat besar tiba-tiba terbuka lebar disusul dengan penayangan film dokomenter tentang budaya dan seni Indonesia. Kontras semua orang yang khidmat menyaksikan film tersebut bersorak antusias akan kebudayaan bangsa Indonesia, film yang berdurasi 20 menit itu, menceritakan tentang suasan bulan Ramadhan di Indonesia, sangat serasi sekali dengan tema yang di usung penyelenggara acara "Ramadhan livestyle in Indonesia" sebuah acara yang terselenggara atas kerjasama kedutaan Indonesia di Kairo dengan pihak National Cultural Center Cairo Opera House.
Setelah MC membuka acara, lalu dilanjutkan dengan sambutan dan kata pengantar tentang Indonesia oleh wartwan Koran Al-ahram, dalam sambutannya, sang wartawan mengatakan bahwa hidup di Indonesia bagaikan hidup di negeri sendiri, masyarakatnya ramah, sopan, beradab dan tidak mempermalahkan perbedaan yang ada.
Setelah beberapa menit, akhirnya pembawa acara memanggil nama Bapak Abdurahman M. Fachir selaku duta besar Republik Indonesia di mesir untuk memberikan kata sambutan kepada pihak kebudayaa opera house.
Dalam sambutannya dengan dua bahasa tersebut (inggris-arab), beliau mengucapkan beribu terimakasih atas apresiasi pihak kebudayaan mesir demi menampilkan budaya dan seni bangsa Indonesia, dan di akhir sambutannya, beliau bertanya kepada hadirin terhadap minat untuk mempelajari bahasa Indonesia, dan hasilnya sangat mengejutkan, sekitar 200 orang dari berbagai belahan dunia antusias sekali untuk mempelajari bahasa Indonesia.
Selanjutnya, masuk pada acara inti, yakni penampilan budaya dan seni dari pelbagai daerah di Indonesia, seperti aceh dengan Melayu dance-nya, Jawa dengan musik Angklungnya, Jakarta dengan Marawishnya, Sumatera dengan tari samannya, dan ditutup dengan nasyid Dai nada, kelompok nasyid karya mahasiswa Indonesia di Mesir yang sempat dimuat di tv-tv local Mesir.
Jam 23.00 acara telah usai, sebelumnya diisi dengan foto-foto demi mengabadikan moment penting tersebut, lalu di luar ruang, hadirin disuguhkan hidangan Indonesia yang berupa, pastel, kue lumpur, tahu isi dengan kolek dan air mineral.
Sempat seorang warga mesir menanyakan pada teman di samping saya, perihal nama kue-kue tersebut, lengkap dengan cara pembuatannya, Indonesy Hilwah, begitu kira-kira terakhirnya setelah sebelumnya berterimakasih.
Setelah semuanya keluar dari ruangan tersebut, bus yang kami tumpangi sudah menunggu di halaman Aula, saya masuk ke bus dengan teman-teman yang lain sambil membawa sebuah pertanyaan penting, "warga mesir telah memberikan apresiasi yang sangat istemewa bagi Indonesia khususnya dalam bidang budaya dan seni, lalu kapan Indonesia berani mengapresiasi budaya dan seni bangsa Mesir, yang terkenal dengan kebudayaan tertuanya?"
Semoga bangsa kita bukan termasuk bangsa yang tidak peduli terhadap kebudayaan bangsa lain, karena kata orang, bangsa yang tidak menghormati kebudayaan bangsa lain adalah bangsa yang tidak berbudaya.
Melihat pentingnya memiliki kebudayaan bangsa yang original, Budayawan Radhar Panca Dahana mengatakan bahwa kebudayaan adalah senjata terbaik untuk diplomasi internasional.
This entry was posted
on 08.53
.
You can leave a response
and follow any responses to this entry through the
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
.
0 komentar